24/03/12

ASKEP HALUSINASI

HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.

Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

B. Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

C. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

D. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

E. Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.









Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Halusinasi


A. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
* Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
* Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
* Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
* Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

PP askep COPD

Askep copd deta helisanova.ppt - 2.4 MB

askep CORPUS ALIENUM

BAB I
TINJAUAN TEORITIS
CORPUS ALIENUM
A.Konsep Dasar Medik
1.Definisi
     Terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Bulu mata, debu, kuku, dan partikal lewat udara dapat kontak dengan konjungtiva atau kornea dan menyebabkan iritasi atau abrasi. Pada benda asing di mata, umumnya klien mengeluh adanya sensasi benda asing (merasa ada sesuatu di mata) atau penglihatan kabur. Nyeri terjadi jika epitel kornea cedera karna kornea mengandung saraf sensori berada dibawah epitel. Klien juga bisa mengalami epifora dan fotofobia.
2.Jenis Benda Asing Pada Mata
·        Benda logam
Terbagi menjadi benda logan magnit dan bukan magnit
Contoh :emas, perak, platina, timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga, besi.
·        Benda bukan logam
Contoh :batu, kaca, porselin, karbon, bahan pakaian dan bulu mata.
·        Benda insert
- Adalah benda yang terdiri atas bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan mata, ataupun jika ada reaksinya sangat ringan dan tidak mengganggu fungsi mata.
- Contoh :emas, perak, platina, batu, kaca, porselin, plastic tertentu
- Kadang-kadang benda insert memberikan reaksi magnit yang mungkin dapat mengganggu fungsi penglihatan.
3.Anatomi dan Fisiologi
4.Manifestasi Klinis
     Pasien biasanya datang mencari pertolongan karna nyeri yang mendadak, yang biasanya sangat intensif,fotofobia,sensasi benda asing, dan air mata berlebihan. Ketajaman penglihatan mungkin normal atau menurun, bergantung tempat lesinya.
5.Penatalaksanaan
      Benda asing yang tidak menembus dibawah kelopak mata atas dapat diambil dengan mengangkat kelopak mata atas keatas kelopak mata bawah sehingga memungkinkan bulu mata kelopak mata bawah menyapu benda asing tersebut keluar dari kelopak mata atas.
      Aternatif lain, benda asing dapat dikeluarkan dengan irigasi, hati-hati jangan sampai menyentuh kornea. Bila benda asing tidak dapat diambil dengan cara ini, mata harus ditutup dan dibalut dan pasien dirujuk ke ahli oftalmologi. Salah satu bahaya benda asing konjungtiva adalah ancaman terhadap kornea.
      Bila epitel kornea yang merupakan benteng alamiah terhadap mikroorganisme, mengalami gangguan mata menjadi rentan terhadap infeksi. Maka luka pada kornea harus diinsfeksi setiap hari untuk mengetahui adanya buku insfeksi sampai telah sembuh dengan sempurna.

6.Komplikasi
1.Endoftalmitis
2.Panoftalmitis
3.Ablasi retina
4.Pendarahan intraokular
5.Ftisis bulbi
7.Pengobatan
     Apabila terletak disebelah anterior dari zonula lensa, maka benda asing harus dikeluarkan melalui insisi limbus dan kamera anterior. Apabila benda tersebut terletak dibelakang lensa dan disebelah anterior ekuator, maka pengeluaran dilakukan melalui area pars plana yang paling dekat dengan benda asing karna dengan cara ini kerusakan retina lebih sedikit. Apabila benda asing harus dikeluarkan melalui insisi limbus dari sebuah posterior dari ekuator, maka benda tersebut sebaiknya dikeluarkan melalui pars plana dengan vitrektomi/forceps intraocular, sehingga dapat dihindari terjadinya pendarahan besar koroid akibat insisi dinding posterior bola mata. Metode ini digunakan untuk benda asing magnetik maupun non magnetik. Tersedia forseps-forseps khusus untuk memegang benda berbentuk sferis. Setiap bagian retina yang rusak harus distrapi dengan diatermi, fotokoagulasi, atau koagulasi endolaser untuk mencegah palpasan retina.
8.Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen orbita untuk memastikan adanya benda asing di dalam mata.
         



B.Konsep Dasar Keperawatan
A.Pengkajian
1. Anamnesa
a.Identitas klien

ASKEP KERATITIS

TINJAUAN TEORITIS
KERATITIS


A.      Pengertian
Keratitis adalah peradangan pada kornea (Kapita Selekta Kedokteran jilid I)

B.      Etiologi
Keratitis disebabkan oleh bakteri, jamur dan proses peradangan.

C.      Anatomi dan fisiologi
Anatomi
Fisiologis
Mata adalah organ indra yang kompleks, terdapat reseptor cahaya yang disebut fitoreseptor. Fungsi mata adalah sebagai indra penglihat, saraf yang mengendalikan pergerakan bola mata adalah saraf optikus. Mata yang normal adalah mata yang dapat memfokuskan sinar-sinar sejajar yang masuk ke mata sehingga tepat ke retina (bintik kuning) mata.

D.      Patofisiologi
Masuknya bakteri, jamur, virus pada kornea


 

Infeksi


 

Proses peradangan


 

Keratitis
E.      Manifestasi klinis
-          Mata merah
-          Silau
-          Merasa kelilipan
-          Gangguan kornea

F.      Macam-macam keratitis
  1. Keratitis pungtata
Adalah keratitis yang terkumpul pada daerah membrane bowma dengan infiltrate berbentuk halus, penyebabnya adalah herpes simplek, herpes zoster, blefaritis.
  1. Keratitis Marginal
Adalah infiltrate yang tertimbun pada tepi karena sejajar dengan imbus, penderita akan mengeluh sakit seperti kelilipan.
  1. Keratitis laterstisral
Ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam, pada keratitis interstesial, akibat luas congenital, didapat neovaskulerisasi dalam yang terlihat pada usia 5-20 tahun pada 80% pasien luas. Dapat terjadi akibat alergi atau infeksispiraket kedalam storms kornea dan akibat tuberculosis.
  1. Keratitis Bacterial
Penyebabnya adalah strehylococus, pseudomonas dan enterobal teracas, pengobatan antibiotika dapat diberikan pada keratitis bacterial dini, biasanya pengobatan dengan dasar berikut.
Gram (-)                                                                        gram (+)
Biasanya pengobatan diberikan tiap 1 jam                        Basibrasin
Siklopegik diberikan untuk istirahat mata
  1. Keratitis Jamur
Biasanya dimulai dengan suatu rudapaksa pada kornea oleh ranting-ranting pohon, daun dan bagian-bagian tumbuh-tumbuhan. Keluhan timbul setelah 5 hari rudapan atau 3 minggu kemudian adalah :
1.       Pasien akan mengeluh sakit mata hebat
2.       Berair
3.       silau
  1. Keratitis Virus
Disebabkan oleh herpes simpleks dan herpes zoster, pengobatanya adalah :
1)       Idu merupakan obat antiviral yang murah, bersifat tak stabil.
2)       Vidorabir sama dengan idu tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.
3)       Trifivurotimidin (tft) diberikan tiap 4 jam.

  1. Keratitis disinformis
Keratitis membentuk kerutan infiltrate yang bulat atau lonjong dalam kornea.
  1. Keratokonjungtivirus epidemic
Akibat reaksi peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 8, umumnya pasien demam, nyeri, pengobatan dengan memberikan kompres dingin dan diberikan steroid tetes mata 3-4 kali sehari.
  1. Keratitis Numularis
Biasanya ditemukan infiltrate yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas, sehingga memberikan gambaran.
  1. Keratitis Felamentosa
Karena adanya filament mukoid dan deskuamasi secara epitel pada permukaan kornea. Pengobatan dengan larutan hipertonik NaCl 5% airmata hipertonik.
  1. Keratitis alergi
Keratokonjungtivitas klien.
  1. Keratitis Neuropalitik
Adalah keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitive disertai kekeringan kornea, gangguan dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fosa posterior kronium, pasien akan mengeluh :
-          Tajam penglihatan menurun, silau dan nyeri
-          Mata akan memberikan gejala jarang berkedip karena hilangnya refleks berkedip.
  1. Keratitis Sklerotika
Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang sclera atau skleretis, pengobatan dapat diberikan steroid dan akan memberikan prognosis baik.

G.     Penatalaksanaan
Pemberian antibiotic, air mata buatan dan siklpegik. Pada keratitis bacterial, dapat diberikan gentamisin 15 mg/ml, tobramisin 5 mg/l atau sefuroksim 50 mg/l. untuk hari-hari pertamadiberikan setiap ½ jam kemudian diturunkan menjadi setiap jam sampai 2 jam bila membaik. Ganti obatnya bila resister atau terlihat membaik perlu diberikan siklopegik untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior dan mengurangi nyeri akibat spasme similar.
Pada keratitis jamur sebagian tetapi awal diberikan ekonazol 1% yang berspektrum luas.




H.      Pemeriksaan diagnostik
1.       Kartu nama/snella telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan).
2.       Pengukuran tonograf, mengkaji T10, norma 15-20 mmHg.
3.       Pemeriksaan oftalmoskopi
4.       Pemeriksaan darah lengkap, LED




STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN KERATITIS


A.      Pengkajian
  1. Anamnesis
a.       Identitas pasien
b.       Identitas penanggung
  1. Keluhan utama
Dilihat dari tanda dan gejala penyakit.

  1. Riwayat penyakit sekarang
P          : penyebab
Q          : qualitas
R          : Daerah yang dirasa nyeri
S          : Skala nyeri
T          : waktu
  1. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita yang mungkin menyebabkan timbulnya penyakit sekarang.
  1. Riwayat penyakit keluarga
  2. Pola kebiasaan
-          Pola pemeliharaan
-          Pola latihan aktivitas
-          Pola nutrisi
-          Pola istirahat dan tidur
-          Pola eliminasi
-          Pola spiritual, social dan konsep diri

B.      Pemeriksaan fisik
  1. Keadaan umum pasien
  2. kesadaran
  3. vital sign
  4. inspeksi secara umum dan khusus pada mata

C.      Pemeriksaan diagnostic
Tes fungsi mata
-          Pemeriksaan tajam penglihatan
-          Pemeriksaan kelainan refraksi
-          Pemeriksaan lapang pandang
-          Pemeriksaan presbiopsi

Diagnosa dan intervensi
1.       Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori
Tujuan
Pasien tidak lagi merasa cemas
Kriteria hasil           
1)       Pasien merasa lebih tenang
2)       Pasien tidak takut lagi

Intervensi
-          Kaji derajat dan durasi gangguan visual
-          Orientasikan pasien pada lingkungan baru
-          Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari dalam perawatan pasien.
-          Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.

2.       Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Tujuan
Pasien mampu menghindari risiko cidera
Kriteria hasil           
Pasien tidak mengalami cidera         

Intervensi
-          Bantu pasien untuk melakukan ambulasi
-          Orientasikan pasien pada ruangan
-          Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kacamata bila diperlukan.
-          Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
-          Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.

3.       Nyeri yang berhubungan dnegan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau pemberian tetes mata dilator.
Tujuan
Pasien tidak lagi merasa nyeri.
Keriteria hasil
1)       Pasien tidak mengeluh nyeri lagi
2)       Pasien tidak merasa nyeri lagi

Intervensi
-          Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
-          Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
-          Kurangi tingkat pencahayaan
-          Dorong penggunaan kacamata hitam pada cahaya kuat.

4.       Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan
Pasien mampu melakukan perawatan diri
Kriteria hasil
1)       Pasien mengalami instruksi yang diberikan
2)       Pasien bisa melakukan perawatan diri

Intervensi
-          Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala, komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter.
-          Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat.
-          Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
-          Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.

5.       Perubahan persepsi sensori : visual berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Tujuan
Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan.
Kriteria hasil
1)       Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan
2)       Menggunaan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat.

Intervensi
-          Perkenalkan pasien dengan lingkunganya
-          Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan.
-          Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas.
-          Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas
-          Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang

6.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit.
Tujuan
Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya
Kriteria hasil
1)       Pasien memahami instruksi pengobatan
2)       Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan

Intervensi
-          Beritahu pasien tentang penyakitnya
-          Ajarkan perawatan diri selama sakit
-          Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada pasien dan keluarga.
-          Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan.